2013-01-20

Unsur Kesetaraan Gender dan Hak Asasi Manusia (HAM)



A.    Unsur Kesetaraan Gender dan Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah berusia 37 tahun. Dalam rentang waktu yang sedemikian lama dan panjang, ada tuntutan persamaan hak antara hak laki-laki dan perempuan yang terus menerus diperjuangkan di Indonesia. Dalam hukum adat seorang perempuan tidak mempunyai posisi tawar menawar yang kuat. Simbol-simbol yang ada melambangkan perempuan menjadi “pelayan/mengabdi pada suami”. Agama Hindu juga menentukan syarat dan sahnya perkawinan untuk memperoleh anak. Dalam agama Budha perbedaan jender secara tegas terdapat pada ikrar isteri yang baik, setia, mengabdi pada suami dalam susah dan senang,serta taat pada petunjuk-petunjuk suami untuk menjadi ibu yang baik. Agama Kristen Protestan mengikuti hukum Negara untuk sahnya perkawinan.
Salah satu kebijakan negara adalah dirumuskannya kesetaraan gender dalam bidang hukum. Namun, dalam kenyataannya hukum perkawinan belum memberikan kesetaraan jender, sehingga merugikan perempuan. Tidak jarang kita menjumpai perkawinan yang berakhir dengan perceraian. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab bagi keretakan suatu rumah tangga, seperti tidak adanya keturunan (anak), ketidak cocokan satu dengan lainnya, perselingkuhan, masalah ekonomi, kekerasan yang dilakukan salah satu pihak kepada pihak lainnya, dan lain-lain. Salah satu penyebab perceraian, yaitu kekerasan satu pihak kepada pihak lain, cukup banyak kita temui dalam lingkungan sekitar kita.

Hasil Susenas 2006 yang dilakukan oleh BPS bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan bahwa prevalensinasional perempuan yang menjadi korban adalah 3,07 % dan anak 3, 02 %. Hal ini berarti bahwa dari 10.000 perempuan di seluruh Indonesia, sebanyak 307 diantaranya pernah mengalami kekerasan dan dari 10.000 anak di seluruh Indonesia 302 anak diantaranya pernah mengalami kekerasan. Angka prevalensi tertinggi dari seluruh daerah adalah Provinsi Papua dengan angka 13,6 %. Hal yang lebih memprihatinkan adalah kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak tersebut adalah kekerasan dalam rumah tangga, dalam sebuah kehidupan perkawinan [5].
Kondisi ini juga didukung oleh Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2009 yang menyebutkan bahwa 95% kasus kekerasan terjadi dalam rumah tangga. Komnas perempuan dalam laporan mereka menyebutkan bahwa peningkatan kasus kekerasan yang mencapai 263% tersebut di data dari Pengadilan Agama yang selama ini mengurus perceraian perkawinan di Indonesia [6]. Berdasarkan hasil laporan juga disebutkan bahwa masalah kekerasan dalam rumahtangga yang terjadi terkait erat dengan masalah legalitas perkawinan dankurangnya pemahaman perempuan tentang hak-hak mereka dalam sebuah perkawinan.
Di lain pihak, dalam kurun waktu tersebut Pemerintah Indonesia bertransformasi menuju negara yang menjungjung hak asasi manusia (HAM). Hal ini bisa dilihat dari Naskah Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang memuat ketentuan hak asasi manusia. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya berasal darirumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ketentuan yang sudah diadopsikan ke dalam Undang-Undang Dasar diperluas dengan memasukkan elemen baru yang bersifat menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga mencakupketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan hakasasi manusia dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup empat kelompok materi yaitu: [7]
a). kelompok hak-hak sipil;
b). kelompok hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya;
c). kelompok hak-hak khusus dan hak atas pembangunan; dan d). tanggungjawabnegara dan asasi manusia.
Selain itu, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi berbagai instrumen hakasasi manusia, seperti meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination agaisnt Women (CEDAW, 1979), melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination agaisnt Women), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), Undang-Undang Nomor11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Socialand Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial,dan Budaya) dan lain-lain.

B.     Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Sebagai Upaya Penghormatan, Pemajuan, Pemenuhan, Perlindungan, dan Penegakan Hak AsasiManusia
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) adalah rencana aksi yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan, dan penegakan HAM diIndonesia. [8]
RANHAM merupakan komitmen negara Republik Indonesia yang bertujuan memperkuat sistem hokum nasional sekaligus dalam rangka penghormatan, pamajuan, pemenuhan dan perlindungan HAM baik di pusat maupun daerah di seluruh Indonesia dengan memperhatikan aspek pluralisme dan multikulturisme.
RANHAM merupakan produk politik HAM Negara untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan HAM bagi setiap orang yang ada di Indonesia oleh para penyelenggara kekuasaan Negara untuk menjalankan tugas untuk mengabdi kepada masyarakat dengan berorientasi pada HAM, serta dengan membangun kerja sama yang sinergistik antar lembaga pemerintah dengan masyarakat madani.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2011-2014 terdapat 7 (tujuh) Program utama yaitu:
1). pembentukan dan penguatan institusi pelaksanaRANHAM;
2). persiapan pengesahaninstrumen HAM Internasional;
3). harmonisasi rancangan dan evaluasi peraturanperundang-undangan;
4). pendidikan HAM;
5). penerapan norma dan standar HAM;
6). pelayanan komunikasi masyarakat; dan
7). pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Salah satu kegiatan RANHAM Indonesia Tahun 2011-2014 adalah hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan yang masuk dalam program penerapan norma dan standar HAM. Permasalahan kegiatan ini adalah masih banyaknya perkawinan yang belum dicatatkan pada kantor pencatatan perkawinan yang mengakibatkan istri dananaknya tidak mendapatkan perlindungan hukum. Rencana aksinya adalah: 1).Sosialisasi tentang perkawinan berdasarkan peraturan perundang-undangan; 2).Pelaksanaan pencatatan perkawinan bagi yang perkawinannya belum dicatatkan; dan3). Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.






Related Posts

0 comments

Post a Comment

IF YOU LIKE THIS ARTICLE, PLEASE SHARE OR LEAVE YOUR COMMENT ..